"Diiiiinnnnnnnnnnn, sini!" Teriakan Jabbar memecah suasana haru penerimaan surat kelulusan siang hari itu. Semua mata terbelalak mendengar teriakan menggelegar. Semua mata tertuju pada sumber suara yang dianggap sangat mengganggu suasana haru bercampur sedih itu.
Dinta berusaha bersembunyi di balik kerumunan teman-temannya berharap tidak dipermalukan oleh sahabatnya yang sangat cerewet itu. Sampai-sampai ia merendahkan badannya untuk segera kabur sebelum semua mata berbalik menatapnya.
Dinta berlari menuju toilet sambil membungkukkan badan sedang jabbar terus berteriak tak perduli dan tanpa malu menjadi perhatian di tengah lapangan yang sangat panas.
"Ya ampun, tuh anak psikopat banget," Dinta bercermin sambil merapikan bajunya di toilet wanita. Ia tidak sadar ternyata jabbar sudah berada tepat di belakangnya.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa," Dinta berteriak sangat keras. Untung saja Jabbar cepat-cepat menutup mulut Dinta. Sehingga ia tak harus dipukul masa karena dikira memperkosa anak orang yang tak jelas berteriak atas alasan apa.
" Gila loh ya, jangan teriak, entar gua dihamuk masa," terang jabbar sambil membuka mulut Dinta yang ditutupi dengan tangannya.
"Gila, asinnnn banget, lepas ngapain sih lo," balas Dinta sambil meludah di westafel dan langsung keluar toilet sambil berlari.
"Lepas makan asinan di warung bu Asih, " teriak jabbar sambil mengejar Dinta.
"Dinnnn, ada berita dari nyokap lo. Jangan lari terus, capek gue," lanjut Jabbar yang sudah ngos-ngosan berlari dengab badannya yang lebih besar dari lemari satu pintu.
Dinta tiba-tiba berhenti. "Ngapain, wanita itu nyari gue setelah ninggalin gue dari kecil."