Halaman

Powered By Blogger

Kamis, 22 November 2012

Opini


Majulah Tanjungpinang !
Laut merupakan salah satu objek yang sangat penting di Tanjungpinang. Sebagian orang yang tinggal dan menetap di Tanjungpinang memanfaatkan laut yang berpotensi besar sebagai income dalam rumah tangga dan pemerintah. Contohnya adalah Tepi Laut Tanjungpinang yang terus ditambak demi membuat sebuah taman dan tempat hiburan.
Tepi Laut berpotensi sebagai income pemerintah dengan adanya pajak pemanfaatan tepi laut sebagai tempat berjualan. Tepi Laut sangat ramai diwaktu senja hingga larut malam. Banyak muda-mudi yang berdatangan mengisi tiap tempat duduk yang telah disediakan di daerah tempat penambakan untuk melihat keindahan alam berupa laut yang terbentang luas, semilir angin laut yang menyejukkan jasmani dan matahari yang mulai masuk ke peraduannya juga untuk berkumpul bersama teman-teman dan keluarga.
Dulunya Tanjungpinang sangat terkenal dengan ketidakindahannya dan sama sekali tidak mempunyai tempat hiburan. Hingga hari ini Tanjungpinang mulai memikirkan cara-cara agar menjadi kota yang lebih indah, maju dan terkenal dengan khazanah budayanya.
Cara yang diambil Pemerintah diantaranya adalah menambak daerah Tepi Laut dan menjadikannya taman sekaligus tempat hiburan bagi masyarakat juga sebagai panggung teater budaya melayu seperti yang terdapat di Ocean Corner.
Penambakan ternyata tidak hanya berdampak baik bagi masyarakat secara keseluruhan namun juga berdampak negatif terutama bagi nelayan. Sebagian nelayan merugi hasil tangkapannya berkurang, yang awalnya mendapatkan ikan-ikan besar dan banyak sedangkan kini hanya ikan-ikan kecil dan berjumlah sedikit.
Penambakan ini akan terus berlanjut hingga Tanjungpinang benar-benar dapat diwujudkan menjadi kota yang penuh dengan keindahan dan hiburan-hiburan yang tersedia nantinya.
Sepantasnya bukan hanya remaja saja yang akan merasakan dampak positif dengan menjadikan Tepi Laut sebagai tempat refreshing namun juga semua lapisan masyarakat. Pemerintah harus memberikan kesempatan kepada para nelayan yang awalnya merugi agar berpindah profesi sebagai penjual minuman dan makanan ringan di Tepi Laut yang pastinya akan memperoleh untung lebih banyak dibandingkan berprofesi sebagai nelayan. Pemerintah juga dapat memberikan bantuan dana untuk membuka tempat penjualan itu, sehingga penambakan tidak menjadi masalah yang hanya menjadi perbincangan tanpa berujung solusi.
Penambakan ini memang hanyalah sebuah masalah apabila dinilai negatif oleh orang yang memandang sisi negatifnya. Apabila penambakan ini dipandang positif maka akan terlihat dampak yang baik bagi Tanjungpinang juga nantinya. Bisa dilihat manfaatnya yang sangat berarti yakni sebagai pajak untuk perjualan yang sangat memberi manfaat bagi pembangunan Tanjungpinang, masyarakat Tanjungpinang pun mulai mengenal budayanya dengan dibuatnya panggung Ocean Corner sebagai tempat atau wadah penampilan teater dan kesenian budaya lainnya dan juga sebagai tempat bersantai dengan semua keindahan yang telah dirindukan dari dulu.
Keindahan di Tanjungpinang takkan pernah dapat dinikmati bila kita tidak mau maju dengan banyaknya cara-cara pemerintah. Sepantasnya kita mau untuk ikut setuju setiap kebijakan dan usaha pemerintah bukan langsung menghakimi pemerintah yang hanya berniat baik bagi Kota Tanjungpinang. Sisi negatif bukan alasan untuk jadi permasalahan namun bagaimana kita berfikir untuk menyelesaikannya. Banyak dari sebagian kita yang terus mencari permasalahan atas setiap kebijakan yang dibuat Pemerintah.
Kita harus membantu tiap program yang benar-benar bermanfaat bagi pembangunan dan keindahan juga kesejahtraan masyarakat Tanjungpinang dan jangan memulai suatu pendapat dengan mencari sisi negatifnya tapi dimulai dari sisi positif. Kebijakan dibuat bukan hanya sekali buat tanpa perbincangan tanpa benar-benar memikirkan dampak pada masyarakat selanjutnya.
Penambakan ini hanya demi Tanjungpinang yang lebih baik dan lebih maju daripada yang dulu. Doa dan semangat masyarakat merupakan hal yang paling mutlak untuk mendukung tanjungpinang menuju jati diri yang sesungguhnya.

Kamis, 15 November 2012

Feature By Mahdalisa


HIDUP ADALAH PERJUANGAN
Kisah perjuangan seorang mahasiswa yang sangat ingin kuliah walau harus menempuh banyak rintangan merupakan hal yang lumrah dialami sebagian orang.
Seorang mahasiswa FKIP bernama Mahdalisa harus menjaga kestabilan badannya untuk menghindari berbagai penyakit yang mudah menyerang tubuhnya.

“Saya ke Tanjungpinang demi cita-cita saya dan keluarga saya, agar mereka hidup lebih layak juga abah saya tak payah lagi kerja berpanas-panas demi saya.” Ujar seorang mahasiswa FKIP UMRAH saat ditemui di kampusnya.
Wanita yang mengaku telah bercita-cita sebagai guru sejak kecil hingga akhirnya ia mengambil Prodi Bahasa Indonesia dengan harapan bisa mengajar di Kampungnya. Keinginan yang menggebu-gebu dan tidak pantang menyerah tetap ia jaga dengan baik demi cita-citanya itu. Ia rela merantau di Tanjungpinang tanpa mengenal siapapun dan hanya bermodalkan satu lembar alamat tempat kos-kosan kakak temannya yang  ternyata kuliah juga di Tanjungpinang.
Beberapa kali ia harus bertanya dan berjalan kaki mencari alamat itu, bahkan ojek yang mengantarkannya pun mengaku tidak tau alamat tersebut. Ia pun mengaku bingung seorang yang tinggal di Tanjungpinang tapi tidak tau alamat yang dicarinya. Dalam kertas itu tertulis Jalan Basuki Rahmat Gang Mayang Sari 1 No.1.Ia merasa sedang dipermainkan. Hal ini membuat parut wajahnya pucat pasi merasakan kegentingan tersebut. Akhirnya ia putuskan berhenti di Pamdan untuk istirahat sekaligus bertanya pada orang yang ditemuinya. Setelah berselang du jam ia bersantai, sampai jualah ia di kos-kosan kakak temannya.
Walaupun masih ragu, ia tetap teguh bahwa itulah kos yang ia cari. Kos-kosan yang sesuai dengan kos yang diceritakan oleh warga setempat saat bertanya sebelumnya. Ya! Ternyata benar,itulah kos-kosan yang ia cari dan akhirnya ia tinggal disana dengan bermodal tekad dan niat. Uang yang ia simpan pun tidaklah banyak, hanya cukup untuk kebutuhan penting saja. Ia mendaftar di UMRAH sebagai langkah awal memnuhi syarat mewujudkan cita-citanya.
Dari beberapa siswa yang ada di SMA nya hanya dia saja yang diterima masuk dalam Prodi Bahasa. Ini menjadi kebanggaan yang tak terkira untuknya.
Opspek berlangsung selama tiga hari sebagai awal perkenalan kampus untuknya. Rutinitas makan pun hampir ia lupakan hanya untuk mencari peralatan demi memenuhi tiap persyaratan yang harus dibawa selama Opspek. Tiga hari ia harus melambat-lambatkan waktu makannya,akibatnya selama satu hari ia tidak bisa makan dan minum dikarenakan penyakit Maghnya kambuh.
Anak ke dua dari tiga bersaudara ini pun telah lama ditinggal ibunya hingga ia tidak mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi juga komplikasi di badannya. Magh yang hampir kronis tumbuh dan menjalar ditubuhnya, ia sulit kali memiliki badan yang gemuk dikarenakan penyakit itu. Selama satu hari penuh, ia hanya bisa terbaring lemas dan mengeluh kesakitan tiap kali ada sesuatu yang melewati dinding lambungnya. Bahkan air putih pun terasa perih saat ia minum walau hanya sedikit. Untunglah ada tetangga yang simpati melihatnya dan memberikan obat, namun tubuhnya tidak sanggup menerima obat dengan dosis tinggi dan menyebabkan badannya berbintik-bintik terutama dimuka sebagai dampak komplikasi dari obat yang ia telan. Akhirnya, ia pun terpaksa dibawa ke dokter praktik di Kampung Baru.
Walapun ia telah cek di dokter namun tetap saja ia tidak bisa makan dan minumhingga satu hari penuh. Ia hanya bisa menangis merasakan kepedihan lambung seperti rasa luka tersiram cuka. Ia mengaku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, entah kenapa tiba-tiba ia merasakannya.
Keesokan harinya, barulah ia bisa kembali makan dan minum seperti biasa. “Sakit ini telah memberikan pelajaran padanya untuk tetap menjaga kesehatan walau sesibuk apapun” ujar seorang wanita yang duduk di sampingnya yang berasal dari fakultas keguruan juga.
Hidup memang perjuangan seperti yang dibicarakan orang-orang pada umumnya karena mahasiswa ini rela tinggal dikos-kosan yang tidak memiliki wc dan hanya memiliki kamar mandi kecil yang sering kali kekurangan air. Hal ini sudah ia rasakan seperti kebiasaan saj. Hal ini juga dikarenakan tidak ada dana cukup untuk ia pindah kekos-kosan yang lebih layak. Lagipula kalaupun ia ada uang mungkin lebih baik untuk memenuhi kebutuhan yang lain saja.
Perjuangan akan terus berlanjut hingga ia harus memilih untuk bekerja sebagai guru les privat semua mata pelajaran SDMIN. Sekolah SD yang memiliki pelajaran tambahan berupa bahasa arab, sedangkan ia tidak pernah sama sekali belajar bahasa arab. Sedaya upaya ia memanfaatkan kamus untuk membantu muridnya mengerjakan tiap tugas yang tidak dimengerti.
Pekerjaan ini tidak berlangsung lama, konflik dan masalah akan silih berganti menghancurkan kekerabatan dalam pergaulan. Hal ini memaksa ia pindah sebagai guru Bimbel di salah satu tempat les di Tanjungpinang.
Inilah yang menjadi modalnya untuk membayar kos, makan dan menabung walau hanya bergaji lima ratus ribu saja. Uang yang sedikit bukan alasan buat ia tidak menabung apalagi ayahnya masih mau memberi uang untuk kuliahnya. Walau ia harus hidup susah saat kuliah, ia terima. Karena ia yakin suatu saat nanti roda hidup ini akan berputar ke atas.