HIDUP ADALAH PERJUANGAN
Kisah perjuangan seorang mahasiswa
yang sangat ingin kuliah walau harus menempuh banyak rintangan merupakan hal
yang lumrah dialami sebagian orang.
Seorang mahasiswa FKIP bernama
Mahdalisa harus menjaga kestabilan badannya untuk menghindari berbagai penyakit
yang mudah menyerang tubuhnya.
“Saya ke Tanjungpinang demi cita-cita
saya dan keluarga saya, agar mereka hidup lebih layak juga abah saya tak payah
lagi kerja berpanas-panas demi saya.” Ujar seorang mahasiswa FKIP UMRAH saat ditemui
di kampusnya.
Wanita
yang mengaku telah bercita-cita sebagai guru sejak kecil hingga akhirnya ia
mengambil Prodi Bahasa Indonesia dengan harapan bisa mengajar di Kampungnya.
Keinginan yang menggebu-gebu dan tidak pantang menyerah tetap ia jaga dengan
baik demi cita-citanya itu. Ia rela merantau di Tanjungpinang tanpa mengenal
siapapun dan hanya bermodalkan satu lembar alamat tempat kos-kosan kakak
temannya yang ternyata kuliah juga di
Tanjungpinang.
Beberapa
kali ia harus bertanya dan berjalan kaki mencari alamat itu, bahkan ojek yang
mengantarkannya pun mengaku tidak tau alamat tersebut. Ia pun mengaku bingung
seorang yang tinggal di Tanjungpinang tapi tidak tau alamat yang dicarinya.
Dalam kertas itu tertulis Jalan Basuki Rahmat Gang Mayang Sari 1 No.1.Ia merasa
sedang dipermainkan. Hal ini membuat parut wajahnya pucat pasi merasakan
kegentingan tersebut. Akhirnya ia putuskan berhenti di Pamdan untuk istirahat
sekaligus bertanya pada orang yang ditemuinya. Setelah berselang du jam ia
bersantai, sampai jualah ia di kos-kosan kakak temannya.
Walaupun
masih ragu, ia tetap teguh bahwa itulah kos yang ia cari. Kos-kosan yang sesuai
dengan kos yang diceritakan oleh warga setempat saat bertanya sebelumnya. Ya!
Ternyata benar,itulah kos-kosan yang ia cari dan akhirnya ia tinggal disana
dengan bermodal tekad dan niat. Uang yang ia simpan pun tidaklah banyak, hanya
cukup untuk kebutuhan penting saja. Ia mendaftar di UMRAH sebagai langkah awal
memnuhi syarat mewujudkan cita-citanya.
Dari
beberapa siswa yang ada di SMA nya hanya dia saja yang diterima masuk dalam Prodi
Bahasa. Ini menjadi kebanggaan yang tak terkira untuknya.
Opspek
berlangsung selama tiga hari sebagai awal perkenalan kampus untuknya. Rutinitas
makan pun hampir ia lupakan hanya untuk mencari peralatan demi memenuhi tiap
persyaratan yang harus dibawa selama Opspek. Tiga hari ia harus
melambat-lambatkan waktu makannya,akibatnya selama satu hari ia tidak bisa
makan dan minum dikarenakan penyakit Maghnya kambuh.
Anak
ke dua dari tiga bersaudara ini pun telah lama ditinggal ibunya hingga ia tidak
mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi juga komplikasi di badannya. Magh
yang hampir kronis tumbuh dan menjalar ditubuhnya, ia sulit kali memiliki badan
yang gemuk dikarenakan penyakit itu. Selama satu hari penuh, ia hanya bisa
terbaring lemas dan mengeluh kesakitan tiap kali ada sesuatu yang melewati
dinding lambungnya. Bahkan air putih pun terasa perih saat ia minum walau hanya
sedikit. Untunglah ada tetangga yang simpati melihatnya dan memberikan obat,
namun tubuhnya tidak sanggup menerima obat dengan dosis tinggi dan menyebabkan
badannya berbintik-bintik terutama dimuka sebagai dampak komplikasi dari obat
yang ia telan. Akhirnya, ia pun terpaksa dibawa ke dokter praktik di Kampung Baru.
Walapun
ia telah cek di dokter namun tetap saja ia tidak bisa makan dan minumhingga
satu hari penuh. Ia hanya bisa menangis merasakan kepedihan lambung seperti
rasa luka tersiram cuka. Ia mengaku tidak pernah merasakan ini sebelumnya,
entah kenapa tiba-tiba ia merasakannya.
Keesokan
harinya, barulah ia bisa kembali makan dan minum seperti biasa. “Sakit ini
telah memberikan pelajaran padanya untuk tetap menjaga kesehatan walau sesibuk
apapun” ujar seorang wanita yang duduk di sampingnya yang berasal dari fakultas keguruan juga.
Hidup
memang perjuangan seperti yang dibicarakan orang-orang pada umumnya karena
mahasiswa ini rela tinggal dikos-kosan yang tidak memiliki wc dan hanya
memiliki kamar mandi kecil yang sering kali kekurangan air. Hal ini sudah ia
rasakan seperti kebiasaan saj. Hal ini juga dikarenakan tidak ada dana cukup
untuk ia pindah kekos-kosan yang lebih layak. Lagipula kalaupun ia ada uang
mungkin lebih baik untuk memenuhi kebutuhan yang lain saja.
Perjuangan
akan terus berlanjut hingga ia harus memilih untuk bekerja sebagai guru les
privat semua mata pelajaran SDMIN. Sekolah SD yang memiliki pelajaran tambahan
berupa bahasa arab, sedangkan ia tidak pernah sama sekali belajar bahasa arab.
Sedaya upaya ia memanfaatkan kamus untuk membantu muridnya mengerjakan tiap
tugas yang tidak dimengerti.
Pekerjaan
ini tidak berlangsung lama, konflik dan masalah akan silih berganti
menghancurkan kekerabatan dalam pergaulan. Hal ini memaksa ia pindah sebagai
guru Bimbel di salah satu tempat les di Tanjungpinang.
Inilah
yang menjadi modalnya untuk membayar kos, makan dan menabung walau hanya
bergaji lima ratus ribu saja. Uang yang sedikit bukan alasan buat ia tidak
menabung apalagi ayahnya masih mau memberi uang untuk kuliahnya. Walau ia harus
hidup susah saat kuliah, ia terima. Karena ia yakin suatu saat nanti roda hidup
ini akan berputar ke atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar