Halaman

Powered By Blogger

Kamis, 15 November 2012

Feature By Mahdalisa


HIDUP ADALAH PERJUANGAN
Kisah perjuangan seorang mahasiswa yang sangat ingin kuliah walau harus menempuh banyak rintangan merupakan hal yang lumrah dialami sebagian orang.
Seorang mahasiswa FKIP bernama Mahdalisa harus menjaga kestabilan badannya untuk menghindari berbagai penyakit yang mudah menyerang tubuhnya.

“Saya ke Tanjungpinang demi cita-cita saya dan keluarga saya, agar mereka hidup lebih layak juga abah saya tak payah lagi kerja berpanas-panas demi saya.” Ujar seorang mahasiswa FKIP UMRAH saat ditemui di kampusnya.
Wanita yang mengaku telah bercita-cita sebagai guru sejak kecil hingga akhirnya ia mengambil Prodi Bahasa Indonesia dengan harapan bisa mengajar di Kampungnya. Keinginan yang menggebu-gebu dan tidak pantang menyerah tetap ia jaga dengan baik demi cita-citanya itu. Ia rela merantau di Tanjungpinang tanpa mengenal siapapun dan hanya bermodalkan satu lembar alamat tempat kos-kosan kakak temannya yang  ternyata kuliah juga di Tanjungpinang.
Beberapa kali ia harus bertanya dan berjalan kaki mencari alamat itu, bahkan ojek yang mengantarkannya pun mengaku tidak tau alamat tersebut. Ia pun mengaku bingung seorang yang tinggal di Tanjungpinang tapi tidak tau alamat yang dicarinya. Dalam kertas itu tertulis Jalan Basuki Rahmat Gang Mayang Sari 1 No.1.Ia merasa sedang dipermainkan. Hal ini membuat parut wajahnya pucat pasi merasakan kegentingan tersebut. Akhirnya ia putuskan berhenti di Pamdan untuk istirahat sekaligus bertanya pada orang yang ditemuinya. Setelah berselang du jam ia bersantai, sampai jualah ia di kos-kosan kakak temannya.
Walaupun masih ragu, ia tetap teguh bahwa itulah kos yang ia cari. Kos-kosan yang sesuai dengan kos yang diceritakan oleh warga setempat saat bertanya sebelumnya. Ya! Ternyata benar,itulah kos-kosan yang ia cari dan akhirnya ia tinggal disana dengan bermodal tekad dan niat. Uang yang ia simpan pun tidaklah banyak, hanya cukup untuk kebutuhan penting saja. Ia mendaftar di UMRAH sebagai langkah awal memnuhi syarat mewujudkan cita-citanya.
Dari beberapa siswa yang ada di SMA nya hanya dia saja yang diterima masuk dalam Prodi Bahasa. Ini menjadi kebanggaan yang tak terkira untuknya.
Opspek berlangsung selama tiga hari sebagai awal perkenalan kampus untuknya. Rutinitas makan pun hampir ia lupakan hanya untuk mencari peralatan demi memenuhi tiap persyaratan yang harus dibawa selama Opspek. Tiga hari ia harus melambat-lambatkan waktu makannya,akibatnya selama satu hari ia tidak bisa makan dan minum dikarenakan penyakit Maghnya kambuh.
Anak ke dua dari tiga bersaudara ini pun telah lama ditinggal ibunya hingga ia tidak mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi juga komplikasi di badannya. Magh yang hampir kronis tumbuh dan menjalar ditubuhnya, ia sulit kali memiliki badan yang gemuk dikarenakan penyakit itu. Selama satu hari penuh, ia hanya bisa terbaring lemas dan mengeluh kesakitan tiap kali ada sesuatu yang melewati dinding lambungnya. Bahkan air putih pun terasa perih saat ia minum walau hanya sedikit. Untunglah ada tetangga yang simpati melihatnya dan memberikan obat, namun tubuhnya tidak sanggup menerima obat dengan dosis tinggi dan menyebabkan badannya berbintik-bintik terutama dimuka sebagai dampak komplikasi dari obat yang ia telan. Akhirnya, ia pun terpaksa dibawa ke dokter praktik di Kampung Baru.
Walapun ia telah cek di dokter namun tetap saja ia tidak bisa makan dan minumhingga satu hari penuh. Ia hanya bisa menangis merasakan kepedihan lambung seperti rasa luka tersiram cuka. Ia mengaku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, entah kenapa tiba-tiba ia merasakannya.
Keesokan harinya, barulah ia bisa kembali makan dan minum seperti biasa. “Sakit ini telah memberikan pelajaran padanya untuk tetap menjaga kesehatan walau sesibuk apapun” ujar seorang wanita yang duduk di sampingnya yang berasal dari fakultas keguruan juga.
Hidup memang perjuangan seperti yang dibicarakan orang-orang pada umumnya karena mahasiswa ini rela tinggal dikos-kosan yang tidak memiliki wc dan hanya memiliki kamar mandi kecil yang sering kali kekurangan air. Hal ini sudah ia rasakan seperti kebiasaan saj. Hal ini juga dikarenakan tidak ada dana cukup untuk ia pindah kekos-kosan yang lebih layak. Lagipula kalaupun ia ada uang mungkin lebih baik untuk memenuhi kebutuhan yang lain saja.
Perjuangan akan terus berlanjut hingga ia harus memilih untuk bekerja sebagai guru les privat semua mata pelajaran SDMIN. Sekolah SD yang memiliki pelajaran tambahan berupa bahasa arab, sedangkan ia tidak pernah sama sekali belajar bahasa arab. Sedaya upaya ia memanfaatkan kamus untuk membantu muridnya mengerjakan tiap tugas yang tidak dimengerti.
Pekerjaan ini tidak berlangsung lama, konflik dan masalah akan silih berganti menghancurkan kekerabatan dalam pergaulan. Hal ini memaksa ia pindah sebagai guru Bimbel di salah satu tempat les di Tanjungpinang.
Inilah yang menjadi modalnya untuk membayar kos, makan dan menabung walau hanya bergaji lima ratus ribu saja. Uang yang sedikit bukan alasan buat ia tidak menabung apalagi ayahnya masih mau memberi uang untuk kuliahnya. Walau ia harus hidup susah saat kuliah, ia terima. Karena ia yakin suatu saat nanti roda hidup ini akan berputar ke atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar