Halaman

Powered By Blogger

Senin, 15 Oktober 2018

Cerpen si Rambut Lepek

Cerpen tentang "Rambut Lepek"

"Uy, menyong, ngapain lu? Muka kayak anak hilang. Galau bu?" Inilah yang selalu dikatakan Dian, sahabat jonesku yang tidak pernah mau pacaran dengan 1001 alasan kayak cerita rakyat yang ga abis-abis dia baca. Heran aku ama tuh anak. Ngejekin orang nomor satu, ga nyadar apa dirinya jones aja bangganya ampun.
"Gue lagi bingung, semalam dapat chat beginian." Aku menunjukkan chat dari seorang laki-laki yang cakep banget di mataku. Tapi, belum dikasi hpnya langsung aja direbut dengan paksa. Yah, dialah sahabat terbaikku selama kuliah. Apaboleh dikata, aku ga bisa marah sama dia. Kalau marah, aku ga punya teman, sahabat, sekaligus keluarga lagi entar di Pinang. Dia satu-satunya.
"Ya ampun, ca, ko diputusin?" Sambil teriak si kampret itu kaget tidak menentu.
"Ampun, dian, suaramu, demi eek lalat yang ada di dagumu, aku mohon diam dulu," aku berusaha menenangkan emosi dia yang sudah meledak-ledak.
"Kita datangin ca rumahnya, kita buat perhitungan, aku tak mau tau, gila aja dia mutusin ko seenak hatinya, emang dia siapa, ganteng doang dibanggain, ya ampun, emosi aku, emosiiiiiii," sambil jingkrak-jingkrak dian marah seperti dirasuki syeitan yang terkutuk. Aku hanya bisa diam, karena aku hanya bingung, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menyukai seseorang, dan kemudian, aku diputusin melalui chat. Crying tanpa batas di hati ini mah namanya.
Inilah pertama kalinya kalimat "Kita udahan aja, ya." Masuk dalam hatiku bagaikan bom hirosima yang menghancurkan Nagasaki. Hancur lebur, aku bisa apa. Ya sudahlah akhirnya aku jadi jones seperti sahabatku yang paling cantik dan pintar sejagad khatulistiwa itu.
Kami menjalani hari seperti biasa, kecuali malam minggu. Malam minggu, kami berdua akan melakukan ritual pengumpulan manusia jomblo untuk makan bersama di lantai 2 sambil ngerumpi ga jelas. Biasanya sih aku selalu absen untuk ritual yang ini. Tapi, berhubung status sudah berbeda yah aku harus makan bersama dengan mereka yang pada akhirnya akan mengganggu orang lewat dari lantai 2. Sungguh memalukan ritual yang satu ini, setelah memanggil orang lewat langsung sembunyi. Lebih tepatnya ini bukan ritual sih, ga ada kerjaan jadi gangguin orang. Memalukan, oh Tuhan.
Keesokan harinya, Alista pergi ke kampus seperti biasa. Sambil menunggu dian, ia akan sibuk dengan hpnya melihat video-video lucu untuk mengusir kesedihan yang baru saja ia alami. Tak berlangsung lama, dian pun dtg membawa sebuah payung kecil. "Gak hujan kayaknya, stres y km bawa payung kecil begitu. Punya ponaanmu y?" Tanya lista sambil menyindir dian yang datang sedikit lebih cepat dari biasanya.
" Aku nungguin seseorang yang harus aku marahin dan dihajar." Dengan muka santainya, ia mengatakan hal itu dengan senyum paling menawan. Dian memang memiliki emosi yang sedikit berbeda dari rata-rata. Muka tersenyum tapi hatinya penuh amarah. Tidak bisa diprediksi. Tapi, itulah dia, orang yang sangat menyayangi sahabatnya, Alista.
"Ya udahlah, cowo mana yg buat masalah lagi sama kamu? Lupa apa mereka, km kan jago berantem," sambut lista sambil tetap menonton video lucunya hingga selesai dan tertawa terbahak-bahak.
"Ga usah akting di sini kali cak, aku tau kamu pasti lepas nangis lagi kan? Udah aku bilang jangan nangis kan. Makin dendam nih aku ama mantanmu itu." Balas dian dengan penuh amarah yang tak pernah padam.
"Ya udah kalik, biarin aja dy. Ak niatan jadian ama si rambut lepek itu. Mungkin dy bisa ngobatin rasa sakit hati ak," timpal lista sambil menutup hpnya.
"Ya ampun, anak yang ga ada ganteng-gantengnya. Tapi, terlihat songong itu??? Kamu sehat kan???" Tanya dian penasaran sambil memasukkan payung kecilnya ke dalam tas ransel paling lengkap sedunia perkuliahan.
"Biarinlah aku coba dulu, daripada pacaran ama cowo ganteng, aku diginiin sampe sakit banget rasanya. Percaya deh, aku ga bakal nangis ama si rambut lepek itu, ga mungkin juga aku bakal cinta ama tuh orang." Alista menjelaskan seolah semua kata-katanya akan berjalan sesuai keinginannya. Mungkin emosi membuat dia lupa tentang kuasa Tuhan yang mampu membolak-balikkan hati manusia.
"Aku takut kamu jatuh cinta sama dia cak," balas dian dengan penuh tawa bahagia melihat temannya mau untuk memulai hubungan baru lagi.
Si rambut lepek adalah laki-laki yang tidak tenar di kampus, namun dia memiliki beberapa kesombongan karena orangtuanya yang pejabat dan IPKnya yang cukup tinggi di fakultas. Dia sudah pernah berusaha mendapatkan Alista sebelumnya, namun dengan jujur Alista mengatakan bahwa ia mencintai orang lain. Nah, hari ini, tepat ulangtahun Alista tanggal 19 April, si rambut lepek kembali menyatakan cintanya. Ia sudah tahu pasti diterima karena pacar Alista sudah memutuskannya demi wanita lain yang selalu ada katanya buat tuh cowok. Maklum, Alista adalah anak yang cukup rajin dan memenuhi kegiatannya sebaik mungkin. Organisasi, sanggar, komunitas, ngajar les, sampai mengajar di pelosok ia jalani agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Jadi, waktunya habis untuk hal lain yang lebih bermanfaat. Namun, menjadi momok juga untuknya karena harus siap ditinggalkan dengan laki-laki yang ia sayangi.
Waktu terus berlalu, Riki dan Alista makin langgeng dan selalu tertawa bersama di kampus bahkan dimana saja. Mereka terlihat sebagai pasangan yang sangat bahagia. Hingga akhirnya acara wisudapun menjadi acara perpisahan bagi kedua sijoli itu. Alista yang harus bekerja dekat dengan orangtuanya sebagai seorang guru swasta di sekolah ternama dan terbesar sekotanya. Sedangkan Riki bekerja di kantor pemerintahan sebagai PNS.
Jarak mulai membuat mereka yang jarang bertemu menemui titik jenuh pada hubungan yang seharusnya tidak pantas dijalani lagi. Alista pun semakin sibuk sehingga sering lupa merayakan hari ultah, hari jadian, bahkan semua hari besar kebahagiaan hubungan mereka. Riki makin tidak bisa juga mentolerir semua kegiatan Alista yang sangat berlebihan. Sejujurnya, Alista menjalani hubungan bersama Riki layaknya seorang teman jalan dan teman untuk curhat saja. Sedangkan Riki berbeda, ia menganggap lebih bahkan sudah mulai menabung untuk melamar Alista. Memandang umur mereka berdua yang sebenarnya sudah tidak muda lagi. Apaboleh di kata, rasa bosan Alista menjadi-jadi dan sibuknya pun makin menjadi-jadi. Riki akhirnya memutuskan hubungannya dengan Alista. Alista sangat bahagia diputuskan oleh Riki karena merasa dibebani dengan kemarahan Riki yang tak henti setiap hari. Tak berlangsung lama, Alista memiliki tambatan hati yang baru. Namun, masalah yang sebelumnya ketika bersama Riki muncul lagi. Alista sibuk dan terus dimarahi oleh pacar barunya. Padahal mereka juga sudah merencanakan untuk menikah, semakin stres Alista dibuatnya. Ia kebingungan untuk memutuskan hubungan yang sudah terlampau jauh karena menyangkut orangtuanya. Sampailah pada reuni kampus angkatan yang dihadiri ribuan alumni, Alista datang bersama sahabat tersayangnya.
"Uy, nyet, lo tau ga si Riki udah pindah kerja, terus dia udah punya pacar baru, kalah cantik lu," jelas Dian sambil mengejek temannya.
"Gilak loh, masak si rambut lepek punya pacar baru?" Alista seolah tidak percaya dan mulai merasa air matanya ingin jatuh dengan deras. Alista langsung berlari mencari toilet.
"Apa-apaan ini, aku nangis dengar Riki punya pacar baru? Ya ampun, aku ini wanita apaan sih?" Gumam lista dalam hati dengan air matanya yang terus mengalir.
Tak sanggup menahan tangis dan mukanya yang mulai membengkak, akhirnya Alista memilih cepat pulang untuk menenangkan hatinya  dan memastikan apa yang terjadi pada dirinya.
Sudah 3 bulan lebih Alista sering menangis tanpa mengenal tempat dan waktu. Orang sekitarnya keheranan dan tak habis pikir melihat keadaan Alista yang aneh. Ia sering menangis sambil bekerja dan langsung lari ke toilet. Di kapal pun, dalam perjalanan untuk pekerjaan, ia dengan mudah menangis tersedu-sedu tanpa henti sampai harus zikiran dan mengaji baru ia merasa lega. Alasannya selalu sama, ia teringat dengan Riki. Sesungguhnya Allah Maha Membolak-balikkan hati manusia. Alista terus merasakan sakit dan perih mengetahui Riki yang tidak sendiri lagi. Berbulan-bulan, ia harus menangisi kepergian Riki dan kegalauannya karena tak ingin menikah dengan pacar barunya yang pasti akan menghasilkan masalah yang cukup besar. Jika ia terima untuk menikah, maka hatinya akan hancur, jika ia tidak terima, maka untuk kesekian kalinya ia menyakiti hati orang lain lagi.

Minggu, 09 September 2018

Ibu, Aku Hijrah

Semangat jombloπŸ˜πŸ˜œπŸ˜‹

Akan aku biarkan penyesalan demi penyesalan menghampiriku hingga habis tak tersisa. Agar ketika waktuku datang, aku telah disucikan dari dosa di masa lalu. Tak akan pernah cukup tangisku yang tiap hari menetes bagaikan hujan yang kadang gerimis dan terkadang lebat membanjiri telekungku saat menghadapNya. Ada yang mengatakan "Jangan bersedih, Allah maha pengampun lagi maha penyayang". Sungguh ini bukan tentang kesedihan, tapi bagaimana aku menjalani hari di tengah ribuan duri namun aku masih bisa tertawa bahkan berlumur dosa. Sedang sekarang, aku tepat sampai di tujuan. Namun, seolah disuguhi dengan kenangan lama dan ribuan penyesalan yang tak ada ujungnya. Hingga nafasku terhenti dan tidak lagi bersama bersama waktu yang dianggap orang sebagai uang, aku tetap akan berada pada kenangan itu. Kenangan yang mengajariku bahwa "Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya". Banyak orang yang mengatakan aku terlalu berlebihan, apakah salah berlebihan dalam mencintaiNya. Allah mencintaiku sedari aku kecil. Diberikan kepadaku kepintaran, paras yang menarik, sahabat yang baik, dan keluarga yang berkorban banyak untukku. Tapi, apa yang aku lakukan selama hidupku? Aku pacaran, aku menggosip, aku menyontek, aku menyakiti hati orang lain, dan bahkan membuat keluargaku terkadang kecewa.

Hidupku terlalu indah jika dibanding yang dulu. Ketika pertama kali aku kehilangan orang yang sangat aku sayangi, bahkan tempat aku menggantungkan ribuan harapanku di masa depan. Ya, dia IBUKU. Kau tahu? Saat menyebut "ibuku" hati ini menangis, menjerit, bahkan tak terkontrol. Aku sangat frustasi tapi selalu tak bisa menangis. Berbulan-bulan aku tak bisa menangis sepeninggal ibuku. Entah apa yang terjadi kepadaku. Yang aku tau ketika itu, aku hanya menangis karena terpaksa. Saudara kandungku menangis menjerit-jerit, tak mungkin aku hanya diam seolah bahagia ditinggalkan. Apa ada manusia yang bahagia ditinggalkan tempat dia bergantung hidup selama ini? Jikapun ada, jelas itu bukan aku. Aku ingin menangis, tapi tak bisa. Dan sebulan sepeninggal ibuku, aku tahu, aku sadar bahwa aku tidak menangis karena tidak percaya bahwa ibuku telah meninggal. Sebulan akhirnya aku belajar percaya, bahwa ibuku telah tiada. Ia tak lagi bersamaku. Ia tak lagi menyuci bajuku yang kotor setiap pulang sekolah. Ia tak lagi memintaku membantunya mencuci piring di dapur. Ia tak lagi membantuku meminta izin kepada abah untuk ikut kegiatan ekskul. Ia tak lagi ada.

Tepat 10 tahun ibuku meninggalkanku. Allah memberikan kesempatan untukku melihat dengan baik dan jelas kuburan ibuku. Tapi apa yang terjadi? Sesampaiku di sana. Aku benar-benar tidak bisa membaca Al-Quran untuk ibuku. Yang bisa kulakukan hanya menangis di depan makam ibuku. Tak bisa berkata apa-apa. Hanya menangis. Sedari sampai, hingga pulang menuju rumah, yang kulakukan hanya menangis dan meratap. Bukan aku tak ikhlas. Aku hanya tak percaya. Waktu berlalu begitu cepat. Ibuku meninggalkanku padahal ia adalah tempat satu-satunya aku menggantungkan harapan.

Akhirnya abahpun mampu menjadi ibu yang baik untukku. Aku telah S1 seperti keinginan ibuku walau di tempat yang berbeda dari keinginan ibuku. Ibu selalu ingin aku kuliah dengan jarak yang kapan saja bisa ia jangkau, karena aku tau pasti maksudny agar dapat mengontrol anaknya yang nakal. Yah aku memang nakal ketika kuliah, tapi nakalku karena baru menginjak masa pubertas yang selalu dirasakan orang ketika SMP. Sedang aku merasakan puber ketika kuliah. Tak apa sekiranya terlambat, yang penting aku selamat. Aku tak mengecewakan mereka. Bahkan kini hari-hariku akan dihiasi dengan tangis. Tangis bahagia, bahwa aku akan membalas cintaMu sepanjang hidup dan matiku. Tak akan lagi kecewa menjadi cerita dalam hijrahku.

Aku ikhlas dan aku pasrah akan ketentuanMu. Sekalipun nanti, keinginan hatiku tidak tercapai. Paling tidak, matiku dalam hijrah dan jihad. Aamiin

Sabtu, 09 Juni 2018

Rapuh

Kini, aku bagai ranting kayu yang kapan saja bisa rapuh, dimakan rayap, dan jatuh ke tanah untuk menikmati masa depan yang akan jauh berbeda. Dulu, aku hidup dengan layak, daun yang menghijau, dahan yang kuat, akar yang kokoh, dan tanah yang subur. Walau sesekali binatang mengganggu kehidupanku, aku tetap hidup dengan baik. Kini jelas berbeda. Setiap makhluk hidup memiliki masanya masing-masing untuk berbahagia maupun menderita. Tapi, percayalah, hidup tidak sekedar bahagia dan menderita, masih ada Allah yang Maha Kuasa, Maha Pengasih yang memberi kasih lebih baik dari apapun jua. Lalu, apa yang harus disesali? Hidup silih berganti, menampilkan warnanya sendiri. Apakah itu terjadi tanpa izin Allah? Tidak. Semua atas izinNya. Suatu saat nanti, saat aku rapuh, dimakan rayap, dan jatuh ke tanah, masih ada cerita indah yang Allah akan berikan, tentang hidupku yang bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya. Layaknya kayu yang akan hancur di tanah menjadi pupuk bagi tanaman lainnya, menjadi makanan bagi binatang, bahkan menjadi kayu bakar bagi kehidupan manusia. Hiduplah dengan bersyukur dan selalu mengingat Allah. Karena kepadaNya kita meminta dan kepadaNya pula kita kembali.

Apa yang aku rasakan kini adalah akibat dari perbuatanku dulu. Apa yang aku nikmati kini, juga merupakan hasil dari apa yang aku usahakan dulu. Hebat. Sungguh hebat. Seorang manusia yang sangat berbahagia saat keinginannya dikabulkan Allah, kemudian ia menangis tersedu-sedu dalam gelapnya malam karena keinginannya yang telah dikabulkan. Betapa anehnya hati ini, tak pernah mensyukuri nikmat Allah, memangnya ia tahu apa yang terbaik di mata Allah? Pandangan Allah dan manusia jelas sangat jauh berbeda, karena sesungguhnya Allah yang mengatur segalaNya. Hari ini hancur berkeping-keping, tiba-tiba besoknya dapat durian runtuh, hadiah yang nilainya tak terhingga. Begitu sebaliknya. Hiduplah dengan layak dan selalu berbahagia. Selalu ingat bahwa Allah tidak merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya. Alhamdulillah untuk nikmat Allah yang begitu indah. Alhamdulillah untuk rasa sakit yang Allah beri agar aku kuat di masa depan. Alhamdulillah untuk kebahagiaan yang Allah beri agar aku selalu bisa berterimakasih dan menjadi orang yang bersyukur.

Jujur, aku tidak mau hal yang aku alami, dialami oleh orang lain. Aku takut kalian putus asa dan hancur sendiri karena kurangnya rasa bersyukur dan kurangnya arti menghargai. Teruntuk semua wanita di dunia ini. Hargailah apa yang kamu miliki hari ini, bisa jadi apa yang kamu miliki hari ini kapan saja bisa hilang tanpa abu dan debu. Dan saat itulah kamu akan sadar, betapa berharganya apa yanh kamu miliki saat itu, betapa berharganya apa yang kamu sia-siakan dulu. Dalam banyaknya hari yang kulewati, aku selalu berdoa tentang banyak hal yang mungkin tidak akan dikabulkan Allah sampai aku diperlihatkan sendiri betapa hal itu tidak baik untukku. Ya Allah, sesungguhnya sangat besar kuasaMu, sangat indah kenangan-kenangan yang hamba lewati, sangat berharga semua kesempatan yang Kau berikan. Alhamdulillah tiada terkira. Semua kenangan yang indah itu akan hilang dengan caraku sendiri. Hari akan kembali cerah, tak akan gelap seperti ini, aku akan selalu tertawa seperti biasa, menikmati indahnya dan beruntungnya nafas yang masih Allah beri. Aku akan menikmati cinta yang sesungguhnya bersamaMu, Allahku. Tiada cinta yang paling sempurna dan tak akan pernah meninggalkanku, sepertiMu😘😘😘😘😘

Senin, 22 Januari 2018

Kembar Alay

Aku berlalu seperti biasa sepulang mengajar dari kelas 7G. Kembar alay itupun sudah pasti menghampiriku setiap selasa sore.
"Bu, Selasa Bu, Selasa," teriak mereka sambil menundukkan kepala seolah menegur sapa.
Aku mengiyakannya dengan mengangguk seolah tak lupa bahwa setiap selasa kami akan melakukan kegiatan menulis seperti semester sebelumnya. Terkadang aku bangga dengan mereka yang selalu mencariku untuk menulis bersama sekalipun sebenarnya tidak ada hasil tulisan full yang telah kami buat. Sekedar angin yang berlalu begitu saja, seperti itu pula kegiatan kami pada semester yang lalu. Tapi, aku percaya tentang kekuatan Tuhan yang akan selalu mempermudah keinginan yang baik. Keinginan untuk berbagi dengan sesama. Keinginan untuk saling bersilaturahmi mencipta tawa tanpa berfikir hal ini membosankan.