Halaman

Powered By Blogger

Senin, 17 September 2012

Cerpen usang Mawar Putih


Mawar Putih                                  karya : lisa
Aku membiarkanmu terlena dengan keindahan yang tak selaras dengan apa yang kau pikirkan. Karena dulu, kusangat mengenali gadis itu, gadis yang telah tega merebut pacar sahabatnya sendiri hanya demi popularitas yang ia anggap penting menjadi orang terpamor disekolah. Namun Aku membiarkanmu memujinya walau hatiku terasa perih tersiram duka kenangan lama yang tak bisa kulupakan begitu saja, begitu juga rasa yang tak bisa kubohongi padamu. Biarlah air di Kantin SMA kita ini ku teguk menghilangkan panas kecemburuan yang telah mendidih dan siap untuk pergi dari hidupmu. Yha . . !! Hari ini tepat 10 tahun usia persahabatan kita, kukira kau akan mengatakan hal yang telah kutunggu slama ini. Kata yang benar-benar membuat aku jadi wanita terindah dalam hidup ini. Namun kenyataan sia-sia, sepertinya kau tak ada rasa untukku. Entah kenapa aku jadi ingin marah tiap kau mendekatinya, menyapanya, apalagi menyebut kata indah yang selalu kuharap hanya tercipta untukku. Mungkin aku yang terlalu Geer ketika kamu peluk aku dan menangis setiap Ibumu menangis mengingat Ayahmu. Aku merasa kau menganggapku wanita yang paling kau percayai. Namun ternyata kau anggap aku hanya sebatas teman biasa, hanya sebatas sahabat  kecilmu saja.
Aku masih disini tepat usiamu yang ke 17 tahun. Ku bawakan setangkai mawar putih yang selalu kau bawakan tiap hari ulang tahunku. Ku pun tak menyangka hampir semua yang aku suka pasti kamu suka juga. Harapku ini pertanda baik untuk hubungan kita. Tapi kenyataannya, ketika aku menginjakkan kaki dirumahmu wanita yang selalu kau ceritakan telah lebih dulu menjabat tanganmu dan memelukmu. Perih hati seperti merasuk kebola mata ini, namun ku tetap menujumu mengucapkan kata selamat berharap kau lebih mementingkanku daripada dia. Hingga acara puncak ultah ternyata kau lebih memilih dia untuk berada disampingmu. Kau pegang tangannya dan kau ayunkan tanganmu untuk berdansa dengannya. Sedangkan aku seperti lukisan dinding yang kau biarkan tegak menyendiri ditepi Ibumu. Hingga hatiku tak sanggup lagi menelan kehancuran itu, refleks ku berlari keluar karena derasnya air mata yang mulai tak bisa kukendalikan lagi. Ibumu pun hampir menarik tanganku dan terpaksa kumenatapnya hingga Ia terpaksa melepaskanku. Karena Ibumu tahu apa yang kurasakan saat ini. Air mata yang mengalir atas dasar cinta yang telah kupendam bertahun-tahun setelah dulu jua ku pernah dihancurkannya. Dan ini kali kedua wanita itu menghancurkan hatiku lagi. Sungguh tak kusangka hatimu lebih ikhlas melepasku dan membiarkanku yang telah lama menjadi sahabatmu. Ternyata cintamu lebih besar dari rasa sayang yang dulu kau ucapkan padaku. Tangis ini hanya akan jadi saksi yang tak bisa kau lihat sepanjang kenangan kita.  Penuh paras ini dengan lumuran ratapan kesedihan untuk meninggalkan rasa cinta ini. Tapi akan kuteguhkan melepasmu menjauh dari hidupku.
Entah apa yang dikatakan Ibumu hingga pagi-pagi sekali saat ku membuka mata, kudengar suaramu di tepi jendela kamarku. Namun kubiarkan kau mengetuknya tanpa jawaban dariku. Masih terasa perih cerita yang kau gores dalam catatanku. Mata ini pun masih terbius dengan kesedihan malam yang kuharap terakhir dan takkan kulihat lagi. Tidak akan ada kata jatuh cinta lagi hingga akhir nafasku. Ini janjiku untukmu, Cinta.
Aku langkahkan kaki ini keluar kamar kos kecilku. Aku duduk tanpa berfikir memanggilnya ditepi jendela itu. Aku tahu dia sangat mengenaliku. Setiap bangun tidur pasti aku akan duduk didepan teras meneguk segelas air teh bersamanya. Namun untuk hari ini hanya satu gelas teh yang kubuat. Karna hatiku masih terasa sesak dan sakit.
Semenjak rumah orangtuaku terjual aku hanya tinggal disebuah kos yang tak jauh dari rumah farhan, sedangkan orangtuaku pindah dan tinggal dijogja dengan usaha toko batik yang merupakan warisan turun temurun keluarga. Aku tetap disini karena Farhan, sahabat kecilku yang tidak pernah membiarkanku pergi dari kota ini. Ia selalu menangis tiap ayah dan ibu mengajakku pindah ke Jogja ketika kecil. Hal ini lah yang selalu buat aku merasa dia menyukaikudan sangat menyayangiku. Walau ternyata dia telah mungkin dimiliki yang lain.
Dari sudut kos Ia bersembunyi untuk mengagetkanku, itulah yang dilakukannya tiap pagi. Menggangu dan datang untuk menceritakan beribu kisahnya.
“kamu marah ya?”
Kata itu yang Ia ucapkan tiap kusiapkan satu gelas air teh diatas meja. Sedangkan aku hanya diam memandang bunga mawar putih yang kutanam bersamanya dulu.
Ia pegang tanganku dan menampar mukanya dengan tanganku yang selalu ia tarik tiap pulang disekolah. Ia terus memaksaku bicara walau ku masih diam hingga hati ini tak tega memandangi matanya.
“ada apa?” tegasku dengan nada sedikit tinggi.
Mungkin hanya kata itu yang bisa kuucap walau terasa berat dan mata ini pun enggan menatapnya.
“kenapa pulang cepat tadi malam? Padahal aku ingin mengucapkan empat kata untukmu?”
Kulepaskan tangannya dan berdiri mengambil selang air untuk menyiram taman depan kos. Aku tak mau berharap dengan empat kata itu. Pasti Ia hanya ingin membuat hatiku bahagia walau ternyata tiada rasa untukku. Hanya kesenangan sesaat yang tak pernah kuinginkan.
“Hei bebek, mau dengar gak?”
Ia terus menggodaku dan mengataiku. Hingga kupun seperti tergelitik untuk tertawa.
“gak mau, Mending sini bantu nyiram bunga napa?” aku mulai manja menyuruh-nyuruhnya.
Ia tahu bagaimana watakku kalau sudah ngambek. Ia hanya mencoba menghiburku atau mendiamkanku dan meminum air teh yang sudah ku minum bahkan menaruh kotoran cicak disamping gelas itu. Aku sangat trauma dengan kotoran cicak hingga ketika ku melihat kotoran itu refleks ku tolak meja kecil teras yang membuat gelas tehku pecah berderai dilantai. Tak sengaja ku menginjak pecahan itu, hanya darah yang kulihat. Hingga farhan langsung memelukku dan  tidak membiarkanku melihat darah itu. Ia tahu bahwa aku bisa pingsan berkali-kali setelah melihat darah. Aku memeluknya dengan sangat erat, aku benar-benar sangat takut melihat hal itu.
“ Udah lah, ni darahnya udah gak ada, mejapun ditolak-tolak kan pecah gelasnya. Dasar bebek sukanya ngambek !!”
“ Apa sih kamu ni, pasti kamu kan yang naruh kotoran cicak. Aku gak mau tau ya, kamu beresin semuanya.” layaknya seorang bos, aku menyuruh tanpa melihatnya. Dan ia pun menjawabnya selayak pelayan juga.
“siap tuan putri bebek.”
Aku tinggalkan dia membereskan pecahan kaca itu sendiri sedangkan aku masuk kekamar mengambil kotak obat.
“setelah beresin langsung obatin kakiku yha eeg.”
“hemh namaku farhan lah bebek, bukan eeg. Nyesal ku datang jadi pembokat.”
Aku hanya tertawa mendengar kata-katanya tanpa berfikir untuk marah setelah ia mengatakan kata itu.
Ia membersihkan kakiku dan menempel hansaplas dengan sangat keras hingga ku memekik kesakitan. Walau dia langsung menutup mulutku dengan tangannya. Dan akhirnya ia bercerita lagi tentang wanita itu walau sebenarnya tidak ada kata ia jadian dengan jesika wanita yang benar-benar tidak pernah punya perasaan itu. Aku hanya diam tanpa bertanya apa-apa, yang jelas ia hanya mengatakan jesika ternyata jago dansa berbeda denganku.
Aku sudah lama berhenti ikut sanggar tari apalagi untuk berdansa. Semua ini kulakukan semenjak jesika merebut semua yang aku suka. Biarlah takdir yang kan berkata dan menutup semua kejahatan yang udah ia lakukann.
Malam seperti siang hari yang kurasa detik ini, begitu jelas bulan penuh yang memancari setiap sisi. Hingga sepucuk mawar putih menjatuhkan sehelai mahkotanya dan seorang laki-laki menutup mata kecilku. Ku terus bertanya siapa dia walau ku tahu itu farhan bukan orang lain.
“empat kata dariku, maukah kau menjadi pacarku? Maukah putri bebek menjadi pasangan si’eeg?” aku tersenyum ketika Ia mencium jemari tanganku dan mengambil mahkota mawar putih yang telah jatuh ketanah. Lalu ia kecup keningku dan berkata “mawar ini telah jatuh pertanda ketika hari ultahku kamu nangis kan?”
“hemh palingan kamu tau dari ibu kamu kan?”
“iya deh putri bebek, yang pastinya aku mau kamu jadi pacar aku. Jesika hanya alat untuk aku buat kamu cemburu hingga nangis pulang sendiri. Dan ketika kamu nangis, aku ngeliat kamu kok, kamu mau pecahin pot mawar putih itu kan? Dasar putri bebek yang taunya ngambek aja.”
“ya pasti aku mau lah eeg.”
“hemh gak ada jual mahal yha kamu nih ditembak. Hei ketahuan nih pasti dari kecil kan sukanya ama aku.”
Dia terus saja menggodaku hingga malam terhabiskan dengan sejuta tawa dan impian yang sangat kunanti. Mawar putih tanda kasih suci cinta yang abadi tanpa noda kata yang menyelimuti. Menjadi saksi penebar suri indahnya hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar