Mawar
Putih karya : lisa
Aku
membiarkanmu terlena dengan keindahan yang tak selaras dengan apa yang kau
pikirkan. Karena dulu, kusangat mengenali gadis itu, gadis yang telah tega
merebut pacar sahabatnya sendiri hanya demi popularitas yang ia anggap penting
menjadi orang terpamor disekolah. Namun Aku membiarkanmu memujinya walau hatiku
terasa perih tersiram duka kenangan lama yang tak bisa kulupakan begitu saja,
begitu juga rasa yang tak bisa kubohongi padamu. Biarlah air di Kantin SMA kita
ini ku teguk menghilangkan panas kecemburuan yang telah mendidih dan siap untuk
pergi dari hidupmu. Yha . . !! Hari ini tepat 10 tahun usia persahabatan kita,
kukira kau akan mengatakan hal yang telah kutunggu slama ini. Kata yang
benar-benar membuat aku jadi wanita terindah dalam hidup ini. Namun kenyataan sia-sia,
sepertinya kau tak ada rasa untukku. Entah kenapa aku jadi ingin marah tiap kau
mendekatinya, menyapanya, apalagi menyebut kata indah yang selalu kuharap hanya
tercipta untukku. Mungkin aku yang terlalu Geer
ketika kamu peluk aku dan menangis setiap Ibumu menangis mengingat Ayahmu. Aku
merasa kau menganggapku wanita yang paling kau percayai. Namun ternyata kau
anggap aku hanya sebatas teman biasa, hanya sebatas sahabat kecilmu saja.
Aku
masih disini tepat usiamu yang ke 17 tahun. Ku bawakan setangkai mawar putih
yang selalu kau bawakan tiap hari ulang tahunku. Ku pun tak menyangka hampir
semua yang aku suka pasti kamu suka juga. Harapku ini pertanda baik untuk
hubungan kita. Tapi kenyataannya, ketika aku menginjakkan kaki dirumahmu wanita
yang selalu kau ceritakan telah lebih dulu menjabat tanganmu dan memelukmu.
Perih hati seperti merasuk kebola mata ini, namun ku tetap menujumu mengucapkan
kata selamat berharap kau lebih mementingkanku daripada dia. Hingga acara
puncak ultah ternyata kau lebih memilih dia untuk berada disampingmu. Kau pegang
tangannya dan kau ayunkan tanganmu untuk berdansa dengannya. Sedangkan aku
seperti lukisan dinding yang kau biarkan tegak menyendiri ditepi Ibumu. Hingga
hatiku tak sanggup lagi menelan kehancuran itu, refleks ku berlari keluar
karena derasnya air mata yang mulai tak bisa kukendalikan lagi. Ibumu pun
hampir menarik tanganku dan terpaksa kumenatapnya hingga Ia terpaksa
melepaskanku. Karena Ibumu tahu apa yang kurasakan saat ini. Air mata yang
mengalir atas dasar cinta yang telah kupendam bertahun-tahun setelah dulu jua
ku pernah dihancurkannya. Dan ini kali kedua wanita itu menghancurkan hatiku
lagi. Sungguh tak kusangka hatimu lebih ikhlas melepasku dan membiarkanku yang
telah lama menjadi sahabatmu. Ternyata cintamu lebih besar dari rasa sayang
yang dulu kau ucapkan padaku. Tangis ini hanya akan jadi saksi yang tak bisa
kau lihat sepanjang kenangan kita. Penuh
paras ini dengan lumuran ratapan kesedihan untuk meninggalkan rasa cinta ini. Tapi
akan kuteguhkan melepasmu menjauh dari hidupku.
Entah
apa yang dikatakan Ibumu hingga pagi-pagi sekali saat ku membuka mata, kudengar
suaramu di tepi jendela kamarku. Namun kubiarkan kau mengetuknya tanpa jawaban
dariku. Masih terasa perih cerita yang kau gores dalam catatanku. Mata ini pun
masih terbius dengan kesedihan malam yang kuharap terakhir dan takkan kulihat
lagi. Tidak akan ada kata jatuh cinta lagi hingga akhir nafasku. Ini janjiku
untukmu, Cinta.
Aku
langkahkan kaki ini keluar kamar kos kecilku. Aku duduk tanpa berfikir
memanggilnya ditepi jendela itu. Aku tahu dia sangat mengenaliku. Setiap bangun
tidur pasti aku akan duduk didepan teras meneguk segelas air teh bersamanya.
Namun untuk hari ini hanya satu gelas teh yang kubuat. Karna hatiku masih terasa
sesak dan sakit.
Semenjak
rumah orangtuaku terjual aku hanya tinggal disebuah kos yang tak jauh dari
rumah farhan, sedangkan orangtuaku pindah dan tinggal dijogja dengan usaha toko
batik yang merupakan warisan turun temurun keluarga. Aku tetap disini karena
Farhan, sahabat kecilku yang tidak pernah membiarkanku pergi dari kota ini. Ia
selalu menangis tiap ayah dan ibu mengajakku pindah ke Jogja ketika kecil. Hal
ini lah yang selalu buat aku merasa dia menyukaikudan sangat menyayangiku.
Walau ternyata dia telah mungkin dimiliki yang lain.
Dari
sudut kos Ia bersembunyi untuk mengagetkanku, itulah yang dilakukannya tiap
pagi. Menggangu dan datang untuk menceritakan beribu kisahnya.
“kamu
marah ya?”
Kata
itu yang Ia ucapkan tiap kusiapkan satu gelas air teh diatas meja. Sedangkan
aku hanya diam memandang bunga mawar putih yang kutanam bersamanya dulu.
Ia
pegang tanganku dan menampar mukanya dengan tanganku yang selalu ia tarik tiap pulang
disekolah. Ia terus memaksaku bicara walau ku masih diam hingga hati ini tak
tega memandangi matanya.
“ada
apa?” tegasku dengan nada sedikit tinggi.
Mungkin
hanya kata itu yang bisa kuucap walau terasa berat dan mata ini pun enggan
menatapnya.
“kenapa
pulang cepat tadi malam? Padahal aku ingin mengucapkan empat kata untukmu?”
Kulepaskan
tangannya dan berdiri mengambil selang air untuk menyiram taman depan kos. Aku
tak mau berharap dengan empat kata itu. Pasti Ia hanya ingin membuat hatiku
bahagia walau ternyata tiada rasa untukku. Hanya kesenangan sesaat yang tak
pernah kuinginkan.
“Hei
bebek, mau dengar gak?”
Ia
terus menggodaku dan mengataiku. Hingga kupun seperti tergelitik untuk tertawa.
“gak
mau, Mending sini bantu nyiram bunga napa?” aku mulai manja menyuruh-nyuruhnya.
Ia
tahu bagaimana watakku kalau sudah ngambek. Ia hanya mencoba menghiburku atau mendiamkanku
dan meminum air teh yang sudah ku minum bahkan menaruh kotoran cicak disamping
gelas itu. Aku sangat trauma dengan kotoran cicak hingga ketika ku melihat
kotoran itu refleks ku tolak meja kecil teras yang membuat gelas tehku pecah
berderai dilantai. Tak sengaja ku menginjak pecahan itu, hanya darah yang
kulihat. Hingga farhan langsung memelukku dan
tidak membiarkanku melihat darah itu. Ia tahu bahwa aku bisa pingsan
berkali-kali setelah melihat darah. Aku memeluknya dengan sangat erat, aku
benar-benar sangat takut melihat hal itu.
“
Udah lah, ni darahnya udah gak ada, mejapun ditolak-tolak kan pecah gelasnya.
Dasar bebek sukanya ngambek !!”
“
Apa sih kamu ni, pasti kamu kan yang naruh kotoran cicak. Aku gak mau tau ya,
kamu beresin semuanya.” layaknya seorang bos, aku menyuruh tanpa melihatnya.
Dan ia pun menjawabnya selayak pelayan juga.
“siap
tuan putri bebek.”
Aku
tinggalkan dia membereskan pecahan kaca itu sendiri sedangkan aku masuk kekamar
mengambil kotak obat.
“setelah
beresin langsung obatin kakiku yha eeg.”
“hemh
namaku farhan lah bebek, bukan eeg. Nyesal ku datang jadi pembokat.”
Aku
hanya tertawa mendengar kata-katanya tanpa berfikir untuk marah setelah ia
mengatakan kata itu.
Ia
membersihkan kakiku dan menempel hansaplas dengan sangat keras hingga ku
memekik kesakitan. Walau dia langsung menutup mulutku dengan tangannya. Dan
akhirnya ia bercerita lagi tentang wanita itu walau sebenarnya tidak ada kata
ia jadian dengan jesika wanita yang benar-benar tidak pernah punya perasaan itu.
Aku hanya diam tanpa bertanya apa-apa, yang jelas ia hanya mengatakan jesika
ternyata jago dansa berbeda denganku.
Aku
sudah lama berhenti ikut sanggar tari apalagi untuk berdansa. Semua ini
kulakukan semenjak jesika merebut semua yang aku suka. Biarlah takdir yang kan
berkata dan menutup semua kejahatan yang udah ia lakukann.
Malam
seperti siang hari yang kurasa detik ini, begitu jelas bulan penuh yang
memancari setiap sisi. Hingga sepucuk mawar putih menjatuhkan sehelai
mahkotanya dan seorang laki-laki menutup mata kecilku. Ku terus bertanya siapa
dia walau ku tahu itu farhan bukan orang lain.
“empat
kata dariku, maukah kau menjadi pacarku? Maukah putri bebek menjadi pasangan
si’eeg?” aku tersenyum ketika Ia mencium jemari tanganku dan mengambil mahkota
mawar putih yang telah jatuh ketanah. Lalu ia kecup keningku dan berkata “mawar
ini telah jatuh pertanda ketika hari ultahku kamu nangis kan?”
“hemh
palingan kamu tau dari ibu kamu kan?”
“iya
deh putri bebek, yang pastinya aku mau kamu jadi pacar aku. Jesika hanya alat
untuk aku buat kamu cemburu hingga nangis pulang sendiri. Dan ketika kamu
nangis, aku ngeliat kamu kok, kamu mau pecahin pot mawar putih itu kan? Dasar
putri bebek yang taunya ngambek aja.”
“ya
pasti aku mau lah eeg.”
“hemh
gak ada jual mahal yha kamu nih ditembak. Hei ketahuan nih pasti dari kecil kan
sukanya ama aku.”
Dia
terus saja menggodaku hingga malam terhabiskan dengan sejuta tawa dan impian
yang sangat kunanti. Mawar putih tanda kasih suci cinta yang abadi tanpa noda
kata yang menyelimuti. Menjadi saksi penebar suri indahnya hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar